Malam yang sepi dan dingin ,
tiba – tiba aku terbangun dari mimpi yang sangat aneh. Aku langsung meminum
segelas air putih yang terletak di meja
kecil sebelah tempat tidur. Kemudian aku
pergi menuju teras luar kamar , tepatnya balkon asramaku. Aku menghirup udara
tengah malam, tiba – tiba aku merindukan kampung halamanku, Indonesia.Tak sengaja air mata menetes, aku
merindukan orang – orang yang selalu memeluku dengan penuh kasih sayang.
Pagi hari, kutelusuri
jalanan kampus yang berhembuskan kesejukan dan berhiaskan pohon – pohon
raksasa.Sengaja aku datang lebih awal untuk menyelesaikan tugas di
perpustakaan. Ketika di perpustakaan aku duduk bersebelahan dengan lelaki
berwajah tampan , dia bernama Rio. Ya , kami sama – sama murid asal Indonesia
yang mendapatkan beasiswa di Universitas Cambridge. Kami sesekali berbicara
tentang kegiatan kami di kampus. Mengesankan, kami berdua mendapatkan nilai
tertinggi yang hampir sempurna dan membuat teman – teman iri.
“ Liburan musim ini aku mau
pulang ke Indonesia , kamu juga kan ? “ ,tanya Rio.
“Iya, aku mau pulang ke
Bandung.Nanti kalau kamu di Jakarta mampir ke Bandung ya !”, jawabku.
Rio berjanji akan mengunjungi
rumahku seminggu setelah di Jakarta. Selesai mengerjakan tugas di pepustakaan
kami pergi menuju fakultas masing – masing karena bel kuno itu berbunyi teramat
nyaring. Hari itu memang hari terakhir aku kuliah sebelum liburan .Orang –
orang mengucapkan sampai jumpa sambil tersenyum riang menyambut libur panjang.
Alexa, si bule campur Inggris dan
Pakistan itu sengaja menghampiriku untuk mengembalikan buku yang sudah lama ia
pinjam . Kami berdua teman dekat yang sama – sama mempunyai khayalan tingkat
tinggi .
Aku bergegas menuju asrama
untuk mengecek kembali isi koper untuk dibawa pulang ke Indonesia.Aku berangkat
bersama Rio, kami berdua berjanji bertemu di halte bis. Kami menumpangi bis
merah bertingkat dua yang menjadi ciri khas Inggris . Ku hirup udara London dan
tak sengaja ku hirup parfum Rio yang khas. Berdandan dengan jaket jeans yang biru lusuh itulah ciri khas
santai Rio. Kami sampai di Bandara sekitar jam dua belas siang .
Keberangkatan
ke Indonesia jam tiga sore .Seperti biasa , di pesawat para pramugari seksi
membagikan cemilan sebelum pesawat mulai terbang . Rio tertawa melihatku. Kami
berdua mengobrol tiada henti tentang kelakuan teman satu kampus yang aneh. Dengan
tak sengaja Rio memegang tanganku. Nampaknya dia gemetar karena pesawat akan
memulai penerbangannya, lalu kupukul saja tangannya . Asyiknya, menjelajah di
langit yang biru pikirku .
Aku terus memeluk toples yang berisikan origami
bintang berwarna – warni. Rio bertanya mengenai benda itu tapi aku terus
mengacuhkannya.Habis Rio selalu ingin tahu semua benda- benda yang kubawa. Buktinya
saja boneka Barbie berkepala botak yang kumiliki, dia ambil dari tanganku
ketika aku sedang duduk di taman. Dan saat di pesawat dia sengaja mengolok –
ngoloku tentang boneka itu. Perjalanan sungguh lancar walaupun diisi dengan ocehan Rio.
Sampai di Bandara Soekarno –
Hatta Pukul 04.00 WIB . Aku dan Rio saling berpamitan. Dia Pergi ke daerah
Cempaka Putih dan aku Pulang ke Bandung mengunakan pesawat yang akan berangkat
jam enam pagi.
“Heh, aku pamit pulang ya !
Nanti aku kabari kalau aku ada di Bandung ! Take
a care …“ ,katanya.
“Aku juga pamit ya , kamu hati
– hati juga ya !” , jawabku.
Akhirnya dia mengembalikan
bonekaku. Aku terseyum sambil melihat Rio berjalan menjauh, dia memang sahabat
senasib yang baik.
Sampai di Bandung aku
disambut mamah yang langsung memeluku penuh kerinduan. Mamah terus bertanya –
tanya tentang kuliahku selama di Inggris dan aku bercerita panjang lebar. Aku
bergegas menuju kamarku yang bercat biru yang masih seperti dulu. Foto – foto
masih tertata rapih dan kertas – kertas yang berisikan impianku masih tertempel
di dinding, keadaanya masih sama seperti sebelum aku pergi ke Inggris . Aku
tertidur pulas di kasur sampai siang hari .
Ketika di Bandung aku
mempunyai segudang rencana yang kucatat di buku diaryku . Rencana pertama, aku akan menemui beberapa sahabatku
sambil membagikan oleh – oleh yang mereka minta. Aku pergi menemui Aul dan
kawan – kawan di tempat kuliner daerah Dago, Bandung. Seperti biasa, adat
istiadat kebanyakan perempuan Indonesia, dengan ramai mereka memelukku untuk
merebut oleh – oleh di tanganku.
“Aku kangen kamu , kamu
masih tetep ya cueknya minta ampun. “ ,ujar Aul.
Aku memeluk Aul erat ,
karena Aul lah sahabat terdekatku .Dia membisikkan nama Gilang ketelingaku,
sontak aku mengkerutkan alisku. Aul tertawa melihat wajahku yang kesal. Dia
membujukku untuk tidak kesal lagi, dia menyuapiku sesendok nasi goreng. Rupanya
dia masih hafal makanan kesukaanku. Ku lahap makananku, seketika aku melihat Gilang
lewat di seberang jalan. Aku terkejut, kutelan kuat – kuat nasi itu. Sungguh
pahit melihatnya, seperti digampar ribuan kali. Aku langsung pamitan kepada
teman – temanku. Aku menangis sepanjang jalan, rapuh rasanya melihat sosok
Gilang tadi. Aku pergi menggunakan mobil andalanku menuju daerah Lembang . Aku
berhenti di suatu tempat, aku tak tahu nama tempatnya.Aku pergi menuju bukit
dengan membawa tas gendong berisikan diary,
barbie, toples bintang, dan kotak merah.
Aku berteriak sekeras
mungkin di puncak bukit itu. Aku menahan sakit hati yang teramat dalam. Aku
membuka buku diary perlahan – lahan,
ku buka kembali halaman – halaman tentang Gilang.Gilang adalah temansekelasku semasa SMP hingga SMA. Dia pendiam dan sifatnnya dingin. Aku
menyukainya ketika aku sudah lama mengenalnya. Dia termasuk orang yang sulit
dekat dengan orang lain. Karena aku yang supel,
aku selalu mengajaknya berbicara dan mengganggunya ketika di kelas.
Wajahnya tampan, postur tubuhnya ideal menedekati syarat menjadi model. Dia
pandai, dia adalah sainganku untuk menjadi bintang kelas saat itu. Saat sudah
lama mengenalnya, dia mulai mau bercerita dan main bersamaku. Suatu saat ketika
kami SMA dia mengajakku pergi ke suatu bukit dan saat itu juga aku tak tahu
tempatnya. Dia memberikan kotak merah kepadaku. Dia menyuruhku membaca surat
merah yang ada di dalam kotak itu. Dia menyuruhku juga membaca dihadapannya
.Surat merah itu berisikan perasaannya terhadapku. Dia telah lama menyukaiku
tapi menurutya saat itulah yang tepat untuk menyatakannya.Aku hanya tertawa
terbahak – bahak. Prinsipku saat itu adalah tidak akan berpacaran sampai aku lulus S2. Mungkin Gilang kesal dengan
kelakuanku, dia meninggalkanku begitu saja. Aku yang terbiasa sendiri, acuh melihat
responnya yang kesal.
“Sana pergi !”, ujarku
kepadanya.
Gilang menjauh pergi dariku.
Kemudian aku menelusuri bukit itu untuk pulang sendiri. Aku terus bergemuruh
dalam hati bahwa Gilang sangat tega meninggalkanku. Keesokan harinya di kelas, dia
menatapku penuh kesal. Saat pelajaran berlangsung pun kami tak seperti biasanya
bersaing, aku terus aktif sementara Gilang hanya diam. Waktu demi waktu terus
berlalu, tiba saatnya kami menghadapi kelulusan. Gilang , dia diterima di
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Univeristas Indonesia.Aku sudah mengiranya
dari dulu. Sial, aku tak bisa mengucapkan selamat kepadanya. Aku mempunyai gengsi yang tinggi, daripada aku malu
lebih baik diam pikirku. Aku juga kecewa atas prestasiku, aku tidak diterima di
PTN manapun tapi aku mempunyai cadangan sekolah ke luar negeri, sebulan
kemudian akhirnya dari kesepuluh data yang aku ajukan ke Kedutaan Besar Negara asing,
aku diterima di Universitas Cambridge .Seminggu setelah pengumuman kelulusan
ada acara perpisahan sekolah, Gilang bersalaman denganku sambil mengucapkan
selamat atas keberhasilanku dan mengucapkan selamat tinggal. Hatiku tergores
tapi malam itu aku jalani dengan santai dan gembira bersama Aul dan kawan –
kawan.
Setelah kubuka halaman demi
halaman tentang Gilang, tiba – tiba handphoneku
berbunyi. Rio , dia menghubungiku lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan.
“Hei, aku ada di Bandung
.Sesuai janji kan ? aku di Bandung menginap di saudaraku …” , kata Rio .
Segera aku mengubur toples
bintang dibawah pohon, kutandai dengan batu berwarna merah di dekat pohon itu.
Aku bergegas menemui Rio, kita bertemu di daerah Dago. Saat aku menghampirinya,
Rio melambaikan tangannya sambil tersenyum manis melihatku. Tampak seorang
lelaki di mobilnya , aku sedikit mengenalnya.
Dia mengelus – ngelus kepalaku
seperti majikan ke kucing peliharaanya. Dia mengajakku makan di restoran mewah.
Rio, aku terkejut atas kelakuannya. Dia memasangkan kalung perak mungil ke
leherku. Aku tersenyum, dia menyatakan perasaannya kepadaku. Aku tidak menolak
ataupun menerimanya .Tanganku langsung tos
dengan tangan besarnya seperti sahabat. Aku bertanya kepada Rio tentang lelaki
yang ada di dalam mobilnya itu. Dia menjawab bahwa lelaki itu adalah saudaranya
, lelaki itu pendiam dan sedikit depresi sambil bercanda .Rio mengajakku untuk
menemui saudarnya yang ada di mobil. Aku turuti saja kemauannya.
“Lang , kenalin ini pacarku
“ , ujar Rio .
Aku menginjak kaki Rio, aku
dikejutkan lagi dengan kehadiran Gilang dihadapanku. Dia hanya dingin dan diam
.
“Hai , aku Gilang saudara
Rio “ , ujar Gilang .
Gilang langsung masuk
kembali ke mobil dan pergi meninggalkanku dan Rio begitu saja. Aku jelaskan
kepada Rio bahwa itulah Gilang yang sering kuceritakan kepadanya .Rio senyum
dengan terpaksa .
Dua tahun kemudian aku dan
Rio mengunjungi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Inggris. Kami mencari
Informasi karena di Inggris sedang terjadi kerusuhan di daerah asramaku.Rio
mengantarku ke KBRI. Sepanjang jalan dia memegang tanganku erat, sambil memastikan cincin tunangan kami melekat
pada jari manisku. Disana kami bertemu Gilang yang sedang sibuk, dia menjadi
diplomat utusan Indonesia. Kebetulan Gilang lah yang mengurusi masalahku. Gilang
hanya terdiam beku melihatku. Rio dan Gilang berhubungan layaknya saudara yang
sudah lama tak bertemu, akrab sekali. Rio meninggalkanku di KBRI, dia mempunyai
kepentingan dengan kuliahnya.
“Hei Gilang, apakabar ? “ ,
tanyaku.
“Kabar baik , kamu apakabar
?” , balasnya.
“Aku baik juga, lama kita
tak berjumpa dan mengobrol. Apa yang ingin kamu katakan , katakannlah lang ! “
, jawabku.
Aku memberikan nomer handphoneku.Di KBRI kami hanya fokus
tentang kerusuhan di daerahku. Aku senang bisa melihat Gilang sehat dan masih
bisa tersenyum kepadaku walaupun sedikit terpaksa. Aku melihat seisi ruangannya
penuh dengan lukisan yang indah, ada satu lukisan yang aku tahu persis lukisan
apa itu. Melukiskan kotak merah yang dia berikan kepadaku dan toples bintang
yang selalu kubawa semenjak kelas dua smp. Dia masih saja mengenangku ternyata.
Seminggu kemudian, aku dan
Rio juga Gilang pergi berlibur saat musim salju. Kami menumpangi kereta gantung
bersama melihat pemandangan yang sangat indah dan merasakan udara dingin di
Inggris. Aku merasa tidak nyaman dengan keadaan kami bertiga. Kami bermain ski
bersama, saling berlomba. Saat dipuncak aku terhenti bersama Rio. Rio berteriak
bahwa akulah wanita yang dia sayangi. Aku bahagia mendengarnya, kami saling
merangkul bahu seperti layaknya sahabat karib. Tapi saat itu Rio mengatakan
sesuatu tentang Gilang.
“Tentang Gilang, kalau kamu
masih ada urusan dengannya, selesaikanlah ! Aku tidak akan kecewa ataupun marah.
Sepertinya dia menunggu keputusan dari kamu semenjak SMA itu.” , kata Rio .
“Tapi io, aku sudah lupa
akan semua itu. Aku sangat menjaga hubungan kita.“ , jawabku.
Karena Rio mengizinkanku, dua
minggu kemudian aku pulang ke Indonesia bersama Gilang. Aku bersamanya pergi ke
bukit dimana Gilang memberikan kotak merah kepadaku. Ternyata bukit itu adalah bukit
yang sama dimana aku mengubur bintang – bintangku. Aku memang sedikit lupa pada
tempat itu. Perlahan kujelaskan bahwa aku pernah menunggu Gilang menyatakan
perasaannya setelah aku lulus S2 tetapi terlanjur aku dan Rio telah bertunangan.
Aku memang sangat mengharapkan perasaan Gilang tapi dia terlalu pasrah dan aku
terlalu memegang prinsipku saat itu. Di bukit itulah kami saling tersenyum
lepas dan memaafkan satu samalain. Gilang bercerita bahwa dia pernah
memberikannku parfum dalam kotak merah itu. Ku buka kotak merah itu, ternyata parfum itu masih utuh belum kubuka sama
sekali. Kuciumi wanginya, ternyata wangi parfum itu adalah parfum Rio. Gilang
menjelaskan semua itu.
“Parfum itu adalah pilihan
kedua dari surat merah yang aku berikan. Kamu ternyata memilih pilihan kedua,
yaitu Rio. Aku dan Rio sangat dekat dari kecil , entah kenapa aku sangat
menyayanginnya. Dia selalu memakai parfum yang diberi ayahnya. Dia menyimpan
banyak parfum seperti itu, jadi kuambil satu botol kecil untukmu. Aku pernah
berjanji kepadanya, aku akan memberikan hadiah terindah untuknya setelah aku
meminta parfumnya itu. Dan saat ini aku telah melepaskanmu untuknya , aku
memberikanmu untuknya. Kamu cocok dengannya.” , jelas Gilang .
Aku terkejut mendengar
cerita Gilang, itulah rahasia yang dulu ia sangat tutupi dariku . Aku juga
membuka toples bintang yang aku timbun di dalam tanah. Perlahan – lahan aku
buka lipatan bintang itu bersama Gilang. Kami menangis bersama, menangis
bahagia bahwa kami telah melakukan hal bodoh di masa kecil yang bisa
mengantarkan kami ke dalam kebahagiaan yang tak terduga. Saat itulah aku
memeluk Gilang sebagai pelukan seorang sahabat karib. Kami berdua saling
melepaskan teriakan.
“ Aku melepaskanmu wahai
kucing putih .” , teriak Gilang .
“Karena mu , aku bahagia
tikus hitam .” , balas ku
Untuk terakhir kalinya,
Gilang meyuapiku nasi goreng. Dia khusus membuatnya di rumah untukku. Setelah kejadian
hari itu, seminggu kemudian kami kembali ke Inggris. Aku diantarkan Gilang sampai aku bertemu
dengan Rio.Gilang menitipkanku layaknya seorang majikan menitipkan kucing ke
salon .
“Titip kucing putihku ya io
! “ , ujar Gilang sambil mengelus – ngelus kepalaku dihadapan Rio .
Rio dan aku tersenyum bahagia,
kami berdua bersyukur telah mengenal Gilang begitu dekat. Gilang menjauh dengan
mobilnya yang berwarna hitam metalik.
Saat di taman bersama Rio,
aku menulis kisahku di buku diary dan
kutuliskan pula bahwa bumi ini berputar pada porosnya bersama hembusan angin
yang langitnya dihiasi bintang dan berisikan perasaan manusia yang memberikan
warna pada kehidupan. Aku dan Rio menyelesaikan S2 sampai S3 di Inggris juga. Kami
dijuluki pasangan yang sangat serasi di kampus. Beruntungnya kami selalu
mendapatkan beasiswa atas prestasi gemilang yang kami raih.