Thursday 15 November 2012

Pilihan Kotak Merah


Malam yang sepi dan dingin , tiba – tiba aku terbangun dari mimpi yang sangat aneh. Aku langsung meminum segelas air putih yang terletak  di meja kecil sebelah tempat tidur.  Kemudian aku pergi menuju teras luar kamar , tepatnya balkon asramaku. Aku menghirup udara tengah malam, tiba – tiba aku merindukan kampung halamanku,  Indonesia.Tak sengaja air mata menetes, aku merindukan orang – orang yang selalu memeluku dengan penuh kasih sayang.

Pagi hari, kutelusuri jalanan kampus yang berhembuskan kesejukan dan berhiaskan pohon – pohon raksasa.Sengaja aku datang lebih awal untuk menyelesaikan tugas di perpustakaan. Ketika di perpustakaan aku duduk bersebelahan dengan lelaki berwajah tampan , dia bernama Rio. Ya , kami sama – sama murid asal Indonesia yang mendapatkan beasiswa di Universitas Cambridge. Kami sesekali berbicara tentang kegiatan kami di kampus. Mengesankan, kami berdua mendapatkan nilai tertinggi yang hampir sempurna dan membuat teman – teman iri.

“ Liburan musim ini aku mau pulang ke Indonesia , kamu juga kan ? “ ,tanya Rio.
“Iya, aku mau pulang ke Bandung.Nanti kalau kamu di Jakarta mampir ke Bandung ya !”, jawabku.

Rio berjanji akan mengunjungi rumahku seminggu setelah di Jakarta. Selesai mengerjakan tugas di pepustakaan kami pergi menuju fakultas masing – masing karena bel kuno itu berbunyi teramat nyaring. Hari itu memang hari terakhir aku kuliah sebelum liburan .Orang – orang mengucapkan sampai jumpa sambil tersenyum riang menyambut libur panjang. Alexa, si bule campur Inggris dan Pakistan itu sengaja menghampiriku untuk mengembalikan buku yang sudah lama ia pinjam . Kami berdua teman dekat yang sama – sama mempunyai khayalan tingkat tinggi .

Aku bergegas menuju asrama untuk mengecek kembali isi koper untuk dibawa pulang ke Indonesia.Aku berangkat bersama Rio, kami berdua berjanji bertemu di halte bis. Kami menumpangi bis merah bertingkat dua yang menjadi ciri khas Inggris . Ku hirup udara London dan tak sengaja ku hirup parfum Rio yang khas. Berdandan dengan jaket jeans yang biru lusuh itulah ciri khas santai Rio. Kami sampai di Bandara sekitar jam dua belas siang .

 Keberangkatan ke Indonesia jam tiga sore .Seperti biasa , di pesawat para pramugari seksi membagikan cemilan sebelum pesawat mulai terbang . Rio tertawa melihatku. Kami berdua mengobrol tiada henti tentang kelakuan teman satu kampus yang aneh. Dengan tak sengaja Rio memegang tanganku. Nampaknya dia gemetar karena pesawat akan memulai penerbangannya, lalu kupukul saja tangannya . Asyiknya, menjelajah di langit yang biru pikirku .

Aku terus memeluk toples yang berisikan origami bintang berwarna – warni. Rio bertanya mengenai benda itu tapi aku terus mengacuhkannya.Habis Rio selalu ingin tahu semua benda- benda yang kubawa. Buktinya saja boneka Barbie berkepala botak yang kumiliki, dia ambil dari tanganku ketika aku sedang duduk di taman. Dan saat di pesawat dia sengaja mengolok – ngoloku tentang boneka itu. Perjalanan sungguh lancar walaupun diisi dengan ocehan Rio.

Sampai di Bandara Soekarno – Hatta Pukul 04.00 WIB . Aku dan Rio saling berpamitan. Dia Pergi ke daerah Cempaka Putih dan aku Pulang ke Bandung mengunakan pesawat yang akan berangkat jam enam pagi.

“Heh, aku pamit pulang ya ! Nanti aku kabari kalau aku ada di Bandung ! Take a care …“ ,katanya.
“Aku juga pamit ya , kamu hati – hati juga ya !” , jawabku.
Akhirnya dia mengembalikan bonekaku. Aku terseyum sambil melihat Rio berjalan menjauh, dia memang sahabat senasib yang baik.

Sampai di Bandung aku disambut mamah yang langsung memeluku penuh kerinduan. Mamah terus bertanya – tanya tentang kuliahku selama di Inggris dan aku bercerita panjang lebar. Aku bergegas menuju kamarku yang bercat biru yang masih seperti dulu. Foto – foto masih tertata rapih dan kertas – kertas yang berisikan impianku masih tertempel di dinding, keadaanya masih sama seperti sebelum aku pergi ke Inggris . Aku tertidur pulas di kasur sampai siang hari .

Ketika di Bandung aku mempunyai segudang rencana yang kucatat di buku diaryku . Rencana pertama, aku akan menemui beberapa sahabatku sambil membagikan oleh – oleh yang mereka minta. Aku pergi menemui Aul dan kawan – kawan di tempat kuliner daerah Dago, Bandung. Seperti biasa, adat istiadat kebanyakan perempuan Indonesia, dengan ramai mereka memelukku untuk merebut oleh – oleh di tanganku.

“Aku kangen kamu , kamu masih tetep ya cueknya minta ampun. “ ,ujar Aul.

Aku memeluk Aul erat , karena Aul lah sahabat terdekatku .Dia membisikkan nama Gilang ketelingaku, sontak aku mengkerutkan alisku. Aul tertawa melihat wajahku yang kesal. Dia membujukku untuk tidak kesal lagi, dia menyuapiku sesendok nasi goreng. Rupanya dia masih hafal makanan kesukaanku. Ku lahap makananku, seketika aku melihat Gilang lewat di seberang jalan. Aku terkejut, kutelan kuat – kuat nasi itu. Sungguh pahit melihatnya, seperti digampar ribuan kali. Aku langsung pamitan kepada teman – temanku. Aku menangis sepanjang jalan, rapuh rasanya melihat sosok Gilang tadi. Aku pergi menggunakan mobil andalanku menuju daerah Lembang . Aku berhenti di suatu tempat, aku tak tahu nama tempatnya.Aku pergi menuju bukit dengan membawa tas gendong berisikan diary, barbie, toples bintang, dan kotak merah.

Aku berteriak sekeras mungkin di puncak bukit itu. Aku menahan sakit hati yang teramat dalam. Aku membuka buku diary perlahan – lahan, ku buka kembali halaman – halaman tentang Gilang.Gilang adalah temansekelasku semasa SMP hingga SMA. Dia pendiam dan sifatnnya dingin. Aku menyukainya ketika aku sudah lama mengenalnya. Dia termasuk orang yang sulit dekat dengan orang lain. Karena aku yang supel, aku selalu mengajaknya berbicara dan mengganggunya ketika di kelas. Wajahnya tampan, postur tubuhnya ideal menedekati syarat menjadi model. Dia pandai, dia adalah sainganku untuk menjadi bintang kelas saat itu. Saat sudah lama mengenalnya, dia mulai mau bercerita dan main bersamaku. Suatu saat ketika kami SMA dia mengajakku pergi ke suatu bukit dan saat itu juga aku tak tahu tempatnya. Dia memberikan kotak merah kepadaku. Dia menyuruhku membaca surat merah yang ada di dalam kotak itu. Dia menyuruhku juga membaca dihadapannya .Surat merah itu berisikan perasaannya terhadapku. Dia telah lama menyukaiku tapi menurutya saat itulah yang tepat untuk menyatakannya.Aku hanya tertawa terbahak – bahak. Prinsipku saat itu adalah tidak akan berpacaran sampai aku lulus S2. Mungkin Gilang kesal dengan kelakuanku, dia meninggalkanku begitu saja. Aku yang terbiasa sendiri, acuh melihat responnya yang kesal.

“Sana pergi !”, ujarku kepadanya.

Gilang menjauh pergi dariku. Kemudian aku menelusuri bukit itu untuk pulang sendiri. Aku terus bergemuruh dalam hati bahwa Gilang sangat tega meninggalkanku. Keesokan harinya di kelas, dia menatapku penuh kesal. Saat pelajaran berlangsung pun kami tak seperti biasanya bersaing, aku terus aktif sementara Gilang hanya diam. Waktu demi waktu terus berlalu, tiba saatnya kami menghadapi kelulusan. Gilang , dia diterima di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Univeristas Indonesia.Aku sudah mengiranya dari dulu. Sial, aku tak bisa mengucapkan selamat kepadanya. Aku mempunyai gengsi yang tinggi, daripada aku malu lebih baik diam pikirku. Aku juga kecewa atas prestasiku, aku tidak diterima di PTN manapun tapi aku mempunyai cadangan sekolah ke luar negeri, sebulan kemudian akhirnya dari kesepuluh data yang aku ajukan ke Kedutaan Besar Negara asing, aku diterima di Universitas Cambridge .Seminggu setelah pengumuman kelulusan ada acara perpisahan sekolah, Gilang bersalaman denganku sambil mengucapkan selamat atas keberhasilanku dan mengucapkan selamat tinggal. Hatiku tergores tapi malam itu aku jalani dengan santai dan gembira bersama Aul dan kawan – kawan.

Setelah kubuka halaman demi halaman tentang Gilang, tiba – tiba handphoneku berbunyi. Rio , dia menghubungiku lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan.

“Hei, aku ada di Bandung .Sesuai janji kan ? aku di Bandung menginap di saudaraku …” , kata Rio .

Segera aku mengubur toples bintang dibawah pohon, kutandai dengan batu berwarna merah di dekat pohon itu. Aku bergegas menemui Rio, kita bertemu di daerah Dago. Saat aku menghampirinya, Rio melambaikan tangannya sambil tersenyum manis melihatku. Tampak seorang lelaki di mobilnya , aku sedikit mengenalnya.

Dia mengelus – ngelus kepalaku seperti majikan ke kucing peliharaanya. Dia mengajakku makan di restoran mewah. Rio, aku terkejut atas kelakuannya. Dia memasangkan kalung perak mungil ke leherku. Aku tersenyum, dia menyatakan perasaannya kepadaku. Aku tidak menolak ataupun menerimanya .Tanganku langsung tos dengan tangan besarnya seperti sahabat. Aku bertanya kepada Rio tentang lelaki yang ada di dalam mobilnya itu. Dia menjawab bahwa lelaki itu adalah saudaranya , lelaki itu pendiam dan sedikit depresi sambil bercanda .Rio mengajakku untuk menemui saudarnya yang ada di mobil. Aku turuti saja kemauannya.

“Lang , kenalin ini pacarku “ , ujar Rio .

Aku menginjak kaki Rio, aku dikejutkan lagi dengan kehadiran Gilang dihadapanku. Dia hanya dingin dan diam .

“Hai , aku Gilang saudara Rio “ , ujar Gilang .

Gilang langsung masuk kembali ke mobil dan pergi meninggalkanku dan Rio begitu saja. Aku jelaskan kepada Rio bahwa itulah Gilang yang sering kuceritakan kepadanya .Rio senyum dengan terpaksa .

Rencanaku selanjutnya adalah mengadakan perkumpulan dengan geng belajarku saat di SMA , The Ranger .Aku mengadakan kegiatan sosial dengan mereka, memberi bantuan untuk orang – orang pinggiran. Kami menampilkan pagelaran musik kecil – kecilan untuk sekedar dinikmati oleh mereka. Aku bahagia melihat senyuman mereka,  aku rindu saat – saat seperti ini tapi tak ada Gilang yang selalu ada di belakang mengikutiku.

Dua tahun kemudian aku dan Rio mengunjungi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Inggris. Kami mencari Informasi karena di Inggris sedang terjadi kerusuhan di daerah asramaku.Rio mengantarku ke KBRI. Sepanjang jalan dia memegang tanganku erat,  sambil memastikan cincin tunangan kami melekat pada jari manisku. Disana kami bertemu Gilang yang sedang sibuk, dia menjadi diplomat utusan Indonesia. Kebetulan Gilang lah yang mengurusi masalahku. Gilang hanya terdiam beku melihatku. Rio dan Gilang berhubungan layaknya saudara yang sudah lama tak bertemu, akrab sekali. Rio meninggalkanku di KBRI, dia mempunyai kepentingan dengan kuliahnya.

“Hei Gilang, apakabar ? “ , tanyaku.
“Kabar baik , kamu apakabar ?” , balasnya.
“Aku baik juga, lama kita tak berjumpa dan mengobrol. Apa yang ingin kamu katakan , katakannlah lang ! “ , jawabku.

Aku memberikan nomer handphoneku.Di KBRI kami hanya fokus tentang kerusuhan di daerahku. Aku senang bisa melihat Gilang sehat dan masih bisa tersenyum kepadaku walaupun sedikit terpaksa. Aku melihat seisi ruangannya penuh dengan lukisan yang indah, ada satu lukisan yang aku tahu persis lukisan apa itu. Melukiskan kotak merah yang dia berikan kepadaku dan toples bintang yang selalu kubawa semenjak kelas dua smp. Dia masih saja mengenangku ternyata.

Seminggu kemudian, aku dan Rio juga Gilang pergi berlibur saat musim salju. Kami menumpangi kereta gantung bersama melihat pemandangan yang sangat indah dan merasakan udara dingin di Inggris. Aku merasa tidak nyaman dengan keadaan kami bertiga. Kami bermain ski bersama, saling berlomba. Saat dipuncak aku terhenti bersama Rio. Rio berteriak bahwa akulah wanita yang dia sayangi. Aku bahagia mendengarnya, kami saling merangkul bahu seperti layaknya sahabat karib. Tapi saat itu Rio mengatakan sesuatu tentang Gilang.

“Tentang Gilang, kalau kamu masih ada urusan dengannya, selesaikanlah ! Aku tidak akan kecewa ataupun marah. Sepertinya dia menunggu keputusan dari kamu semenjak SMA itu.” , kata Rio .

“Tapi io, aku sudah lupa akan semua itu. Aku sangat menjaga hubungan kita.“ , jawabku.

Karena Rio mengizinkanku, dua minggu kemudian aku pulang ke Indonesia bersama Gilang. Aku bersamanya pergi ke bukit dimana Gilang memberikan kotak merah kepadaku. Ternyata bukit itu adalah bukit yang sama dimana aku mengubur bintang – bintangku. Aku memang sedikit lupa pada tempat itu. Perlahan kujelaskan bahwa aku pernah menunggu Gilang menyatakan perasaannya setelah aku lulus S2 tetapi terlanjur aku dan Rio telah bertunangan.

Aku memang sangat mengharapkan perasaan Gilang tapi dia terlalu pasrah dan aku terlalu memegang prinsipku saat itu. Di bukit itulah kami saling tersenyum lepas dan memaafkan satu samalain. Gilang bercerita bahwa dia pernah memberikannku parfum dalam kotak merah itu. Ku buka kotak merah itu,  ternyata parfum itu masih utuh belum kubuka sama sekali. Kuciumi wanginya, ternyata wangi parfum itu adalah parfum Rio. Gilang menjelaskan semua itu.

“Parfum itu adalah pilihan kedua dari surat merah yang aku berikan. Kamu ternyata memilih pilihan kedua, yaitu Rio. Aku dan Rio sangat dekat dari kecil , entah kenapa aku sangat menyayanginnya. Dia selalu memakai parfum yang diberi ayahnya. Dia menyimpan banyak parfum seperti itu, jadi kuambil satu botol kecil untukmu. Aku pernah berjanji kepadanya, aku akan memberikan hadiah terindah untuknya setelah aku meminta parfumnya itu. Dan saat ini aku telah melepaskanmu untuknya , aku memberikanmu untuknya. Kamu cocok dengannya.” , jelas Gilang .

Aku terkejut mendengar cerita Gilang, itulah rahasia yang dulu ia sangat tutupi dariku . Aku juga membuka toples bintang yang aku timbun di dalam tanah. Perlahan – lahan aku buka lipatan bintang itu bersama Gilang. Kami menangis bersama, menangis bahagia bahwa kami telah melakukan hal bodoh di masa kecil yang bisa mengantarkan kami ke dalam kebahagiaan yang tak terduga. Saat itulah aku memeluk Gilang sebagai pelukan seorang sahabat karib. Kami berdua saling melepaskan teriakan.

“ Aku melepaskanmu wahai kucing putih .” , teriak Gilang .

“Karena mu , aku bahagia tikus hitam .” , balas ku

Untuk terakhir kalinya, Gilang meyuapiku nasi goreng. Dia khusus membuatnya di rumah untukku. Setelah kejadian hari itu, seminggu kemudian kami kembali ke Inggris.  Aku diantarkan Gilang sampai aku bertemu dengan Rio.Gilang menitipkanku layaknya seorang majikan menitipkan kucing ke salon .

“Titip kucing putihku ya io ! “ , ujar Gilang sambil mengelus – ngelus kepalaku dihadapan Rio .

Rio dan aku tersenyum bahagia, kami berdua bersyukur telah mengenal Gilang begitu dekat. Gilang menjauh dengan mobilnya yang berwarna hitam metalik.

Saat di taman bersama Rio, aku menulis kisahku di buku diary dan kutuliskan pula bahwa bumi ini berputar pada porosnya bersama hembusan angin yang langitnya dihiasi bintang dan berisikan perasaan manusia yang memberikan warna pada kehidupan. Aku dan Rio menyelesaikan S2 sampai S3 di Inggris juga. Kami dijuluki pasangan yang sangat serasi di kampus. Beruntungnya kami selalu mendapatkan beasiswa atas prestasi gemilang yang kami raih.




No comments:

Post a Comment